Minggu, 02 Desember 2012

memori

MEMORI

Andai  dunia tutup mata itu ada, aku tidak harus melihat apa yang tidak bisa kulihat, aku akan menjadi orang normal pada umumnya dan aku tidak akan menderita. Namun, tutup mataku sudah lama hilang, jika aku bersentuhan dengan orang lain atau benda apapun, aku bisa melihat masa lalu. Dan itulah yang membuatku berbeda, dari kalian.
            Dapat melihat masa lalu orang lain seperti mimpi buruk untukku, namun bedanya jika ini mimpi suatu saat pasti aku akan terbangun dari tidurku. Namun, ini adalah mimpi yang tiada akhir. Mimpi yang akan terus berlanjut bahkan hingga aku mati sekalipun.
Ting tong ting tong terdengar suara jam yang begitu bergemuruh menggema dalam telingaku, tiba – tiba saja tanganku berubah menjadi tangan kecil yang tidak asing bagiku. Aku seakan melihat diriku saat berumur delapan tahun dalam pantulan cermin. Terlihat jelas perih yang menyeruak sampai ke saraf otakku.
“hey lihat ada monster, benar-benar menakutkan”
“hey jangan dekat-dekat dengannya nanti kamu bisa kena musibah”
“hey lihat anak perempuan itu, benar – benar seperti setan, dia bisa melihat masa lalu”
“benar – benar, seharusnya anak seperti itu dikurung saja dalam rumah benar – benar membahayakan.”
“hey anak siluman jangan mengganggu anakku lagi ! seharusnya kamu tidak pernah dilahirka ke dunia ini.”
 “lihat ada sadako Sakura, mengerikan. Kata ibuku kita tidak boleh dekat – dekat dengannya.”
“ayahku juga menyuruhku untuk menjauhinya.”
“hey hey, dia melihat kemari tuh, awas jangan tatap matanya nanti kamu akan kena kutukan.”
“minggir kau ini menghalangi jalanku” buk, anak itu terjatuh. “ auuw sakit, huaa Sadako Sakura yang membuatku jatuh sampai berdarah.”
“ Sudah – sudah tidak apa – apa, lain kali berhati – hatilah ya.”  Ayo kita rawat kakimu di ruang kesehatan.
Itu adalah diriku, aku adalah monster yang ditakuti.
“apa ang kalian lakukan padaku, aku tidak melakukan hal yang jahat, lepaskan aku mau dibawa kemana aku !” teriakku pada teman – temanku.
“diam ! dasar monster kamu tak pantas hidup, kamukan yang sudah mencelakai temanku hingga membuatnya terjatuh.”
“tidak itu bukan aku, dia tersandung saat sedang mencoba mendorongku, aku tidak salah apa – apa.”
“pembohong, ayo pukul dia.”
Terlihat jelas tangan – tangan itu memukulku, ah ingat jelas rasanya ini terjadi ketika aku masih berumur enam tahun. Aku mencoba sekuat tenaga untuk mendorong mereka, lari supaya tidak dipukuli lagi, namun aku benar – benar tak berdaya, aku dikeroyok habis – habis oleh teman – teman yang lebih tua dariku.
Rasa sakit ini benar – benar tak tertahankan, sakit sekali, air mataku mengalir deras, penglihatanku kabur, aku masih saja dipukuli.
            “aku mohon hentikan.” Suaraku lirih, sama sekali tidak mereka pedulikan, mereka terus saja memukulku.
            “teman – teman kita otong saja rambutnya.”
            “iya benar, kita botakin saja dia.”
            Aku sama sekali tak berdaya, aku pasrah. Semuanya terasa kabur. Setelah mereka puas, mereka meninggalkanku sendirian dan aku hanya menangis, tak dapat lagi menahan rasa sakit. Hujan tiba- tiba turun, kabut menyelimutiku gelap sekali aku tdak dapat melihat apapun, yang terdengar hanya suara debur ombok. Sebenarnya diman aku. Otak kecilku mencoba mencari jawaban, begitu sulitnya membuatku sangat frustasi. Dalam kegelapan, aku melihat dua sosok yang sangat kukenal, itu kakak dan ibuku. Aku ingat ini dipantai, pantai yang sama saat kami sedang liburan.
            “kakak, ibu aku disini, tolong aku.” Teriakku kepada mereka, rasanya benar – aeh, suaraku tidak keluar. Air ataku langsung mengucur deras.
            “kakak, ibu ini aku Sakura.” Lagi – lagi suaraku tidak keluar, aku mencoba berlari dengan segala upayaku agar bisa menjangkau mereka.
            “ aku mohon dengarlah aku.” Kegelapan ini semakin menylimutiku, aku sama sekali tidak dapat melihat apapun, akupun sebenarnya tidak tahu apa yang aku kejar. Karena kedua sosok itu hilang timbul. Kabut dingin semaki merayapiku, kakiku sakit, mataku perih. Aku tidak tahu apa yang harus kuperbuat untuk menyadarkan mereka tentang keberadaanku. Aku hanya bisa berlari, meski nati kakiku akan patah, akah tidak perduli. Aku sangat rindu pada kedua sosok itu. Aku mencoba berlari sekuat tenaga. “buk”, dengan suara debam yang keras aku terjatuh, sekuat tenaga aku mencoba bangun. Aku tidak ingin ketinggalan jejak mereka.
            Terang, aku dapat melihatnya, cahaya mulai memudarkan kabut ini. Aku melihatnya, kakak dan ibuku berdiri tegak diseberangku.
            Meski tak mungkin kucoba untuk mengeluarkan suaraku, dengan usaha terakhir aku teriakkan nma mereka. “ kakak, ibu, aku disini. Ini aku sakura.” Hebat, suaraku keluar, begitu lantang, pasti mereka mendengarku. Secara perlahan tapi pasti, mereka memalingkan wajahnya padaku. Ternyata benar itu kakak dan ibuku, senyum merekah dibibirku entah berapa lama aku merindukan wajah itu. Wajah yang sangat familier untukku.
             Tidak, apa yang sebenarnya ingin mereka lakukan, didepan ada jurang.
            “ ibu jangan, jangan tinggalkan aku seorang diri.” Air mataku membanjiri pipiku lagi, aku benar – benar tidak tahu apa yang akan mereka lakukan. Aku melihatnya kakak dan ibu tersenyum padaku. Hanya sekilas, mereka langsung berpaling dariku, menghadap kearah jurang.
            “ibu, aku mohon jangan berbalik kembalilah padaku, aku tidak ingin sendiri lagi. Aku mohon.” Otakku tidak dapat berfikir lagi langsung saja aku berlari menghampiri mereka.  Sedikit lagi aku dapat mencegah mereka lompat dari jurang.
            Hap, gagl aku tidak dapat meraih mereka. Tidak, mereka tidak dapat disentuh. Aku berlari menembus mereka. Tidak, mereka tidak melompat, aku, aku yang terjatuh dalam jurang.
            “ IBUUU.”
***
Hosh, hosh, hosh. Deru nafasku menggebu – gebu saling berubut untuk mendapatkan oksigen yang cukup bagi paru – paruku. Udara terasa dingin dan menyasakkan. Kuusap kedua mataku dengan tanganku yang dingin. Dengan susah payah kucoba untuk menyipitkan mataku melihat jam di dinding. Waktu menunjukkan jam pukul lima pagi.
“mimpi.” Suaraku lirih menerawang jauh, tentang apa yang kulihat tadi. Terasa sangat nyata. Udara  pagi memecahkan lamunanku  “ brrr, pantas dingin. Jendelanya terbuka. Pasti aku lupa menutupnya.” Kuangkat kedua kakiku yang malas dari atas tempat tidurku.
Dingin menusuk tulangku. Aku langkahkan kakiku menuju jendela kamarku. Butuh beberapa langkah untuk sampai kesana, maklum kamarku sangat luas. Ini adalak kamar VVIP dihotel ini. Sebenarnya aku tidak terlalu suka kamar yang luas, karena akan terasa sepi, yang kuharapkan hanya kamar dengan satu tempat tidur, satu TV dan satu kamar mandi, itu sudah cukup untukku. Tapi ini diluar dugaanku bahkan sudah seratus kilometer melenceng jauh. Kamarku sangat mewah dengan satu kamar tidur yang didalamnya ada satu TV besar dan satu tempat tidur. Memangnya ada berapa orang yang ingin tidur, hanya aku. Tempat tidur ini sama saja dengan tiga tempat tidur dijejer jadi satu. Keluar kamar aku memiliki ruang tau sendiri dan ruang keluarga sendiri ada perapiannya pula, dapur sendiri, dan kamar mandiku seluas lapangan tenis. Memangnya siapa sih yang mau mandi, kan cuma satu orang. Kecuali aku bawa sekawanan singa itu baru cocok. Apa boleh buat. Kakeklah yang memesankannya untukku, aku terima saja. meski sudah tiga tahun aku hidup dengan kemewahan ini dan aku sudah mulai terbiasa. Tapi tidak dengan kamar ini. Aku sebenarnya senang bagaimana cara kakek memanjakanku, itu membuatku bahagia.
Kujejakkan kakiku di jendela kamarku, aku mendongak keluar agar bisa mencapai sisi jendela yang berada di luar. Angin semilir membasuh mukaku, kulihat pemandangan yang berada didepanku.
“menakjubkan.”
Sebuah kata yang keluar dari mulutku yang tulus. Pemandangan ini bahkan lebih indah daripada lukisan Monalisa yang banyak dipuji,  suara ini lebih indah dari simfoni Bath Hoven. Indah sekali. Tanpa sadar mulutku ternganga dibuatnya. Sebuah pemandangan dari jendela VVIP yang sangat mahal entah ada berapa nol yang ada dibelakangnya. Dan satu hal yang kutahu aku sangat berterima kasih pada kakek.
Sekawanan burung gereja tampak berterbangan di udra membentuk suatu irama yang indah. Bunyi dentang lonceng gereja Arhenius dengan kubah yang beraksitektur sangat klasik. Rumah – rumah yang mengelilinginya, jalanannya, orang, taman dan semua yang ada disana benar – benar menciptakan sebuah lukisan yang indah namun ini bukan karya Davinci yang sangat terkenal melainkan karya Tuhan.
Baru semalam aku tiba di Roma, esoknya aku sudah disuguhi dengan pemandangan klasik ini. Kusentuh permukaan kayu jati di jendela ini. Sepersekian detik mataku memperlihatkan tamu terdahulu yang memesan kamar ini, mungkin sepasang pengantin muda yang sedang berbulan madu. Ini adalah kenangan yang baru di kayu yang kusentuh. Sepersekian detik aku seperti melesat kedalam arus waktu, orang – orang ini tidak tampak seperti orang modern dan bajunya, sangat kuno, seperti acara opera saja. kubalikkan badanku melihat pemandangan diluar jendela. Mengejutkan, pemandangan yang benar – benar berbeda rumah – rumahnya masih bergaya klasik kuno. Mungkin ini kengan yang sudah lama sekali, sekitar tahun 70-an. Kudiamkan tangnku sejenak untuk menikmati pemandangan ini. Dan tak henti hentinya pemandanganpun berubah dari waktu ke waktu. Diam sejenak, dan melamunkan apa yang sedang mataku lihat. Benar – benar pemandangan yang tak dapat diutarakan, sangat indah bisa melihat semua ini dari waktu kewaktu dengan mata kepalaku sendiri. Aku bisa melihat masalalu yang tak terbatas.


***
“Tok tok tok” terdengar suara seseorang mengetuk pintu.
“siapa ?”
“Kakek.”
“iya sebentar kek.” Cepat – cepat kukeringkan tubuhku dengan handuk kering kupakai kimonoku dan kuikat erat. Kulangkahkan kakiku menuju pintu yang berada di ruang tamu. Kutarik gagang pintu itu, “cklek”. Terlihat jelas raut muka yang sudah sangat familier untukku, keriputnya Nampak jelas di sekitar mata dan dahi. Uban dirambutnya sudah bersembulan, berlomba untuk menampakkan diri. Meski sudah berumur enam puluh tahun, tubuhnya tetap gagah, tak terlihat seperti kakek yang harus dituntun untuk menyeberang jalan, atau kakek yang bila bicara harus berteriak – teriak. Kakekku ini sangatlah sehat, bahkan seperti orang berusia empat puluh tahun, rasa percaya diri, keingintahuannya dan keberaniannya tidak pernah tersurut waktu. Begitu mengagumkan melihatnya dan raut muka itu sudah berbeda ketika pertama kali kita bertemu. Lebih berseri.
“ada apa kek.” Jawabku lirih. Tanpa permisi kakek langsung menyerobot masuk dan itu memang sudah kebiasaannya.
“kau baru selesai mandi ?”
“emm, begitulah.” Sambil berbicara kukeringkan rambuku yang basah dengan handuk yang sama untuk mengeringkan tubuhku. Wangi shampo menyeruak dihidungku, wangi bunga melati yang segar. Seperti the, dan itu membuat merasa rileks dan segar.
“lihat, kakek  membawa sesuatu untukmu. Cantikkan.” Kupandangi baju itu dari atas hingga bawah, sebuah dress berwarna hitam ketat dengan manik – manik kecil mengkilap disekitarnya. Bila kupakai mungkin diatas lutut.
“wow, sejak kapan kakek memiliki selera fashion ?” kucoba mengepaskan baju itu di badanku.
            “ well, kakek sedang berjalan – jalan didaerah butik. Dan kulihat ada baju yang pas untukmu jadi kakek membelinya. Kata pramuniaga disana itu adalah baju yang dirancang oleh perancang terkenal Louis Van..van entah itu siapa. Hanya ada 10 baju yang diproduksi. Hebat bukan ?”
            “wow, Louis Vantique,” kakek lang menyerobot kata – kataku “nah itu dia.”
            “well dia adalah salah satu dari lima perancang terhebat. Dan kemarin ia memilih Roma sebagai negara persinggahan fashionnya, dan pertanyaan terpenting adalah kemana kita akan pergi mala ini.”
            “kau memang cucuku, kenapa kau bisa tahu kita akan pergi mala mini. Atau kau bisa melihat masa depan juga ?”
            “jika aku bisa, aku pasti akan lebih kaya dari sekarang.”
            “hahahahahaha.” Tawa kakek membahana dikamarku. “oke, kakek tunggu jam tujuh malam di Vourtclous. Sampai jumpa.” Kakek merekahkan tangannya untuk memelukku, dank u gapai tangan itu dengan senyum. Pelukan hangat kakek membawaku ke dimensi lain.
            Didepan mataku terlihat berjejeran toko - toko yang menjual barbagai macam barang. Dan disana kakek menuju, di butik Louis Vantique. Aku mengikuti kakek masuk kedalam butik tersebut. Mendengar pembicaraan kakek dengan seorang pramuniaga. Karena aku tidak mengaerti bahasa yang mereka gunakan, aku simpulkan kakek pasti sedang membicrakan mengenai baju yang dibelinya. Seorang pramuniaga membawa dress hitam ketat itu dan menyodorkannya kepada kakek, terlihat jelas senyum yang merekah itu diwajahnya. Kakek mengeluarkan beberapa dolar dalam dompetnya. Dan pramuniaga itu langsung membungkus baju tersebut. Dan wuts kenangan itupun menghilang dengan sangat cepat. Kakek malepaskan pelukannya dengan halus.
            “baiklah kakek pergi dulu, jika ingin berjalan – jalan mobil sudah siap dibawah. Dan kau, harus diantar.” Dengan sunyum pasti kakek melangkah keluar kamar.
            Kucoba baju yang diberikan kakek untukku. “pas.” Sangat pas melekat ditubuhku. Bisa dibilang tubuhku langsing, kakiku panjang dan wajahku asia sekali. Kedua mataku belok dengan kornea berwarna cokelat. Hidungku mancung dan bibirku penuh. Warna kulitku kuning langsat. Dan yang paling kusuka, rambutku hitam panjang. Survey membuktikan dari sekian banyak orang yang bertemu denganku maka ia akan mengatakan. “cucu anda cantik sekali.”
            Kucanangkan baju pemberian kakek. Kuganti pakaianku dengan gaun berwarna oranye jeruk diatas lutut. Tidak terlalu formal namun tetap elegan, menurutku. Dipadu dengan bolero warna - warni. Kurias wajahku dengan balutan warna natural yang tidak mencolok.
Kuambil tasku dan kupakai sepatu ketsku. Aku tidak suka berdandan terlalu glamor, umurku masih lima belastahun dandanan ini adalah yang pas untukku.
“perfect.”
***

Hari ini cerah sekali, udaranyapun sejuk. Terlihat beberapa orang sedang sibuk bekerja dan mondar mandir di lobi. Orang - orang yang menginap di hotel ini adalah orang - orang berduit dan merupakan orang penting.tentu saja, ini adalah hotel kelas atas bintang lima di Roma. Hotel ini sudah berdiri sejak aku belum lahir, sudah sangat lama berdiri dari dulu memang hotel ini sudah berjaya, pemiliknya adalah seorang pengusaha terkenal asal Perancis. Dia yang dulunya hanya orang sederhana, kemudian menikahi seorang ank perumpuan dari keluarga bangsawan. Perempuan itu sangat mencintainya. Tidak bagi sang lelaki. Bila dia menikahi perempuan itu maka ia akan menjadi pewaris tunggal dan itulah tujuannya. Ironis memang, seseorang mampu melakukan apa saja untuk uang. Sejak istrinya ada dan samapai istrinya meninggal dia telah berhubungan dengan beberapa wanita, dan kini dia menikah lagi dengan artis cantik asala Skotlandia yang jauh tiga puluh tahun lebih muda darinya. Diduga istrinya tidak mati bukan mati karena penyakit, namun menurutku ia dibunuh secara perlahan oleh suaminya sendiri, dan itu kebenarannya. Banyak yang tidak tahu tentang kehidupan pribadinya, dan bagiku tidak ada yang tidak dapat kuketahui, well kecuali masa depan.
“non Sakura mobil anda sudah siap.” Terdengar suara mantap dari seorang laki - laki didepanku.
“wow” kekek benar - benar hebat dalam mencari perhatian. “sebuah limo yang benar saja, apa tidak salah?”
“tidak nona ini adalah mobil yang dipesan oleh Tuan Yamamoto untuk anda.” Mobil yang sangat mencolok itu ada didepan mataku, bagaimana mungkin aku mampu menaikiny. Aku tida percaya kalau kakek benar - benar menyewa mobil ini untukku, maksudku ini adalah sebuah limo berwarna hitam mengkilap yang sudah dipastikan akan sangat menarik perhatian orang.
“well, katakn saja pada tuan Yamamoto aku menaiki mobil tersebut dan berjalan - jalan di Roma mengitari Museum Svetztru kay. Dan aku tidak akan menaikinya.”
“tapi, nona.”
“jalan kaki lebih sehat.” Tanpa basa - basi aku langsung saja kabur jika tidak, aku tidak tahu apa jadinya. Sejak pertama kali bertemu dengan kakek, aku sudah tahu bahwa kehidupanku pasti akan merubah, dan itu benar. Kini aku bahagia tapi tetap saja ada lubang menganga dihatiku yang tidak dapat hilang begitu saja.
            Selangkah demi selangkah kakiku mengingatkanku akan kata – kata kakek, ketika kita untuk pertama kalinya bertemu, kakek mengatakan bahwa hidupku adalah sebuah anugerah dan kekuatan yang diberikan Tuhan kepadaku suatu saat nanti akan mempertemukanku kepada takdirku yang akan, merubah hidupku. Kata -  kata itu seakan baru kemarin aku dengar dari mulut seorang laki – laki yang sudah menyelamatkan hidupku. Nyatanya sudah satu tahun peristiwa keramat itu berlangsung. Hari demi hari yang kulewati bersama kakek adalah sebuah keajaiban, meskipun beliau tidak mempunyai ikatan darah denganku namun, beliau sangat menyayangiku dan sudah menganggapku sebagai cucu kandungya, yang sudah lama hilang. Ketika itu aku benar - benar berada dalamkegelapan aku sampai tidak tahu yang nyata dan kenyataan sebenarnya. Masa lalu dan kenyataan seakan menjadi satu.
Kakek yang memungutku ketika masa suram itu merenggutku, menyapu bersih seluruh kebahagiaan dalam hidupku. Kakek adalah teman ayah, bisa dibilang kakek berhutang nyawa pada ayahku. Pekerjaan kakek adalah pembisnis barang antic dan pembajak harta karun namun secara legal. Kekak juga memiliki beberapa perusahaan yang bergerak dibidang tekstil. Jadi uang kakek berlimpah, betapa beruntungnya aku.
Kakek lebih senang menjelajah alam disbanding harus berdiam diri di kantor. Dan alam lebih berbahaya tentunya. Sewaktu kakek sedang menjelajah di Alabama Mesir kakek hamper saja mati jatuh dari jurang. Untungnya ada ayah, yang sedang meneliti makhluk hidup. Ayahku adalah seorang foto grafer ternama Isono Hamure. Sejak saat itu mereka menjadi akrab. Aku  tidak tahu itu secara langsung, maksudku kakek tidak pernah menceritaka itu padaku, aku mengetahuinya ketika pertama kali kakek memelukku dan perasaan itu tidak pernah kulupak. Sangat hangat, karena aku dapat melihat masa lalu, maka dengan mudah aku bisa mengetahui masa lalunya. Peristiwa itu sangat memilukan, sekitar delapan tahun yang lalu ada sebuah kecelakaan yang menewaskan satu keluarga terdiri dari satu orang perempan dewasa dan seorang anak perempuan yang diyakini adalah anak mereka berdua, dan anak perempuan itu adalah cucu kakek satu – satunya yang bernama Yumeko. Kakek sangat menyayangi cucu kandungnya, bahkan sering kali kakek mengira bahwa aku adalah cucunya yang sudah meninggal dan kebetulan kami sama – sama seorang perempuan.
            Kakek sangat menyesali apa yang terjadi, benar – benar tidak pernah kulihat seorang laki – laki yang berwatakan keras menangis seperti seorang ibu yang baru kehilangan anak yang dicintainya. Dan penyesalannya yang tidak dapat ia maafkan adalah hubungan antara anak dan ayah. Beliau memiliki anak perempuan bernama Erika Niagawa, wajahnya benar – benar cantik jelita tidak mirip dengan wajah keras kakek apalgi ketika sedang marah gara – gara anak buahnya yang menurutnya tidak becus menjalankan tugas, namun menurutku kakeklah yang bermasalah karena belau adalah dictator.
            Yumeko adalah anak dari Erika Niagawa yang berarti adalah cucu dari kakek. Erika Niagawa menikah muda dengan cinta pertamanya Kaoru Sawamura. Kakek tidak menyukai Kaoru Sawamura karena ia adalah anak darimusuh lamanya. Mulanya kakek menyadari bahwa maksud Kaoru Sawamura mendekati putrinya Erika Niagawa adalah untuk membalas dendam, dan keadaan itu semakin memburuk. Erika Niagawa yang terlajur mencintai Kaoru Sawamura tidak memperdulikan kata – kata ayahnya yang dia ingginkan adalah Kaoru Sawamura. Berbagai cara telah ditempuh kakek untuk memisahkan mereka berdua demi keselamatn Erika Niagawa namun, kakek yang telah buta akan masa lalu yang  membuatnya tidak menyadari akan cinta sejati mereka berdua.
Secara diam – diam Erika Niagawa dan Kaoru Sawamura bersumpah untuk hidup semati. Selang beberapa bulan, mereka melahirkan Yumeko, perempuan mungil yang cantik jelita. Erika Niagawa yang tidak ingin hubungan kakek dan cucu terputus karena masa lalu kemudian datang kerumah ayahnya untuk mempertemukannya dengan Yumeko, melihat wajah mungil tersebut, membuat hati ayahnya tersentuh untuk saling memaafkan namun tidak untuk Kaoru Sawamura. Baginya Kaoru Sawamura adalah seorang penipu yang hanya ingin membalas dendam atas kematian ayahnya. Kakek memang sudah memaafkan anaknya dan sangat menyayangi cucunya. Berencana untuk memisahkan Kaoru dan Erika. Rencana itupun berhasil Kaoru yang sedang bertugas diluar kota meninggal karena tertabrak mobil namun sebenarnya Kaoru dibunuh oleh anak buah kakek. Erika yang tidak mengetahui itu hanya  menganggap itu adalah sebuah kecelakaan. Suatu malam Erika mendengar pembicaraan antara kakek dengan anak buahnya mengenai Kaoru.
“bagaimana berita mengenai Kaoru,”
“tenang saja selam lima tahun peristiwa itu, aman. Polisi tidak mengetahui bahwa kaulah yang menyuruhku untuk membunuhnya.” 
“Itu berita bagus”
“kalau boleh tahu mengapa kau sangat dendam padanya ?”
“jika ia dibiarkan hidup maka peristiwa tujuh belas tahun yang lalu akan terbongkar. Aku sudah membunuh ayahnya”
“kenapa ?”
“ia adalah penipu. Rubah. Teman yang selama ini kupercaya, adalah seorang penghianat. Ia sudah membuat istriku terbunuh.”
Dibalik pintu ruang kerja ayhnya, Erika mendengar semua pembicaraan itu.
“Prang.” Teh yang dibawa oleh Erika untuk ayahnya jatuh dengan sura yang nyaring dilantai. Ayahnya yang mendengar suara itu keluardari ruang kerjanya didampingi oleh anak buahnya.
“Erika apa yang kau lakukan disini.”
“ayah  katakan  padaku  apa  yang  sebenarnya  terjadi  benarkah  ayah yang  membunuh suamiku.  Jawab  ayah dan apa maksud ayah kalau ayah Kaoru yang menyebabkan ibu meninggal, dan apakah benar ayah yang sudah membunuh ayah Kaoru. Katakana ayah !”
“Erika dengar penjelasan ayah. Kaoru menikahimu hanya karena ingin balas dendam kepadamu Echan.”
“jangan sebut nama itu lagi, ayah tak berhak ! kenapa selama ini ayah bisa berfikiran separti itu terhadap Kaoru. Teganya ayah padaku, aku pikirselama ini ayah sudah saling memaafkan. Apakah karena hati ayah yang telah buta akan masa lalu ayah tega membunuh Kaoru, menantu ayah.”
“ERIKA ! jangan pernah sebut dia menantuku, dia  sama sekali bukan menantuku dan tak akan pernah ! apa kau tahu ayah Kaouru yang membunuh ibumu, sadarlah Erika, ini semua kulakukan untukmu.”
“dengan membunuh suamiku, ayah Yumeko cucu yang sangat ayah sayangi. Kematian ibu adalah masa lalu yah, aku sudah tahu itu sejak lama dan aku sudah memaafkannya. Andai ayah tahu, ibu tidak akan senang dengan semua yang ayah perbuat !”
Tap tap tap tap suara derap kaki Erika meninggalkan ayahnya. Dengan rasa kecewa, dalam heningnya malam, tampak jelas air mata yang mengalir membanjiri pipinya.
“Erika tunggu ! mau kemana kau malam - malam begini.”  Ayahnya  yang berteriak dengan lantang sama sekali tak dipedulikan oleh Erika. Erika terus saja berlari menuju kamar anaknya. Ayahnya yang khawatir  langsung mengejar Erika dengan tergopoh - gopoh.
“jder” suara pintu kamar Yumeko dibanting keras oleh Erika. Yumeko yang tertidur dengan pulas, terbangun karena kaget. Yumeko yang melihat ibunya menangis tidak karuan merasa sangat gelisah.
“ibu ada apa, mengapa ibu menangis.”
“ibu tidak apa - apa nak, ayo kemasi barang - barangmu kita pergi dari sini.” Dengan tergesa - gesa Erika memasukkan baju - bajunya dan baju baju Erika membawa semua barang yang rasanya diperlukan. Terutama foto Kaoru, melihat foto itu air mata pun sudah tidak dapat dibendung lagi, Erika menangis sejadi - jadinya. Yumeko yang bingung oleh ibunya hanya bisa diam termenung melihat ibunya yang sangat kacau.
“Yumeko kemari, kita akan pergi pakai jaketmu.” Melihat perintah ibunya yang sudah tak dapat berfikir jernih lagi, Yumeko langsung memaki jaketnya.
“ibu kita mau kemana ?” protes Yumeko yang sedari tadi tidak mengerti apa yang terjadi.
“kita akan pergi dari sini Yumeko.”
“tapi kenapa Yumeko suka disini.”
Dok dok dok terdengar suar gedoran yang keras dari luar pintu kamar. “Erika cepat buka pintunya. Atau ayah dobrak pintunya.”
Cklek, terdengar suara pintu yang terbuka. “tidak perlu ayah aku sudah akan pergi dari sini.” Yumeko yang melihat semua ini, melihat ibunya menangis, melihat kakek dan ibunya bertengkar langsung saja menangis dengan kencang. Merengek dalam tangan ibunya.
“Yumeko tidak mau pindah, Yumeko ingin sama kakek. Kakek.”
“Yumeko DIAM ! IBU BILANG DIAM !” bentak Erika kepada Yumeko.
“Teganya kau membentak anakmu sendiri Erika. Dimana akal sehatmu, apa kau tidak meliah Yumeko tidak ingin pergi.apa kau tidak sedih melihat anakmu yang sedang menangis.”
“memang ayah pikir ini karena siapa. Ayah yang telah membuat semua ini terjadi apa ayah tidak sadar itu.”
Erika langsung saja menggendong Yumeko yang merengek di pelukannya. Ayo Yumeko masuk dalam mobil.
“tidak, Yumeko tidak ingin pergi.” Erika yang sudah gelap mata langsung mengunci pintu mobil dan membawa Yumeko pergi.
“Erika tunggu. Kalian cepat kejar Erika !” kkek berteriak kepada para anak buahnya yang sedari tadi melihat pertengkaran ayah dan anak tersebut. Kakek tahu ini memang sudah sangat kelewatan, kakek hanya bisa menyalahkan dirinya atas apa yang terjadi. Tak henti - hentinya kakek berdoa untuk keselamatan Erika. Emosi Erika sangat tidak stabil, pikirannya sedang kalut, entah apa yang akan terjadi.
“ibu kita mau kemana ? ibu jangan ngebut Yumeko takut.”
Erika yang tidak mempedulikan perkataan Yumeko masih saja melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh. Hati Erika sudah hancur saat itu apa yang akan terjadi padanya sudah tidak menjadi masalah Erika tidak bisa hidup tanpa Kaoru, terlebih lagi Erika tahu bahwa yang membunuh Kaoru adalah ayahnya sendiri. Hal tersebut sudah tidak dapat decerna dengan akal sehat Erika. Hatinya terlalu perih untuk memikirkan semua itu.
“ibu awas ada truk !”
Ciiiit suara rem yang berbunyi dan tabrakanpun tak dapat dihindarkan.

***

Kujejakkan kakiku disebuah restauran Roma yang menurut goggle adalah restoran terenak di Roma, Leujuuro. Tampak dari luar bangunan ini sudah terasa menjanjikan. Bangunan yang sangat artistis dan indah. Terletak di tengah kota Roma, di seberang restauran terdapat sebuah pemandangan yang tak kalah mengagumkan dengan pemandangan yang kulihat tadi pagi di jendela kamar VVIP. Pemandangan kota Roma dilihat dari atas bukit, mengagumkan sekali. Gereja  Arhenius tampak kecil sekali, bila dilihat dari jendela kamar tampak lima kali lebih besar. Bangunan kota lama juga terlihat. Perpaduan yang menyejukkaan mata
“nona ingin pesan sesuatu.”
“hua.” Suara itu menggetkan lamunanku. “maaf, aku terkejut.”
“tidak apa - apa nona.”
“aku pesan filled salmon dan special strobery juice saja.”
“baik.”
Hiruk pikuk restaurant mewarnai simfoni angin dipadu dengan pepohonan yang rindang. Aku tak tahu apa yang mereka bicarakan karena mereka tidak menggunakan bahasa Inggris. Kuusapkan tanganku pada meja ini. Dimensi waktupun dimulai. Rupanya tempat ini dulu adalah sebuah taman hijau terbentang. Indah sekali. Terasa angin menerpa wajahku.
Terlihat dua anak kecil seorang laki - laki dan seorang perempuan, sedang bekejar - kejaran. Aku ikuti mereka. Aku tidak mengerti apa yang mereka ucapkan. Mereka menggali sebuah lubang di tanah dan menaruh sesuatu didalamnya. Seperti suatu tabung waktu yang akan diambil dalam kurun waktu tertentu. Kemudian  setelah menguburnya mereka saling mengaitkan jari kelingking mereka. Mungkin bila dibahasa Inggriskan mereka akan mengatakan suatu janji.
“nona makanannya sudah siap, silakan dinikmati.”
“termakasih.” Tanpa sadar tangan kami bersentuhan.
Dimensi waktupun dengan cepat merubah alur waktu.
Terlihat masa lalunya, ia sedang bersama seorang wanita. Mereka berciuman, kemudian mereka membicarakan sesuatu entah apa itu. Wanita itu memegang perutnya dengan senyuman bahagia. Sepertinya mereka mempunyai seorang bayi. Mereka berdua terlihat sangat bahagia. Pantas sejak tadi dia sangat berseri.
Perlahan - lahan sambil menikmati setiap potongan salmon aku melihat pemandangan Roma yang sangat indah. Sensasi yang tak dapat diutarakan. Selesai makan kuminum habis juice stroberiku.
“ahh, kenyangnya.” Inilah hidup. Kuambil kalung yang terikat dileherku, bisa dibilang umur kalung ini sama dengan umurku. Ini adalah kalung pemberian orang tuaku, hadiah pertama dan peninggalan terakhir yang tersisa. Sejujurnya aku tak mebutuhkan foto untuk mengingat wajah orang tuaku dan kakak laki - lakiku. Yang kuperlukan semuanya ada di kalung ini, seluruh kenangan kami. Kuusap kalung emas ini dengan liantin bebentuk persegi panjang dan beberapa tulisan berhurufkan Jepang “anugerah terindah dengan masa lalu sebaga penuntuni takdirmu.”

***

Wuush, angin Jepang yang kurindukan menyapu wajahku. Ini adalah kenangan masa kecilku yang sangat menderita dan memilukan. Kisah sebelum aku ditolong oleh kakek.
Bagi beberapa orang bijak yang selalu bisa bersyukur atas apa yang menimpa dirinya, dan menganggap segala hal buruk adalah cobaan. Contohnya saja ada seorang pemuda tidak tampan juga tidak jelek, tidak pintar juga tidak bodoh ,cukup menarik dengan wajah berpawakan Jawa dan badan yang gempal, sedang bersepeda santai pada Minggu pagi yang cerah sambil bersiul – siul tra la la, tri li li, sekonyong-konyong, tak tahu kenapa, sepedanya oleng dan ia tertungging ke dalam sumur angker gelap gulita, tak dipakai lagi, dan konon katanya itu adalah sumur bekas para orang pribumi yang dibunuh lalu dicemplungkan  oleh tentara Belanda sewaktu penjajahan dulu, dalamnya tiga belas meter. Lelaki bijak inipun berteriak – teriak panik meminta tolong siapa saja, itu jika ada orang yang mendengar sayangnya sumur itu letaknya jauh dari keramain. Selama tiga hari tiga malam tidak ada satupun orang yang mendengar jeritannya itu. Habis suaranya. Akhirnya ia minta tolong lewat kliningannya itu. Suatu hari, ia ditemukan dalam keaadaan menedihkan, mengalami demam hebat dan kekurangan cairan ditambah tekanan mental berhari – hari. Secepat mungkin ia dilarika ke Rumah Sakit terdekat. Orangtuanya yang sangat sedih dan cemas terhadap putra kesayangannya, dengan wajah tak berdosa beliau berkata, “anakku, ini adalah cobaan dari Tuhan, dan Tuhan hanya memberi cobaan sesuai batas kemampuan, percayalah bahwa Tuhan sangat sayang padamu, dan ambillah hikmah dibalik ini semua.”     
Atau, seandainya hujan lebat disambut dengan badai, petir menyambar papan reklame, papan reklame roboh menimpa pohon durian, pohon durian tumbang menimpa  pohon mangga, pohon mangga terjungkal menabrak atap rumah, atap rumah ambrol menimpa asbes, asbes ambruk menghantam televisi, televisi meledak dan seorang perempuan yang tengah duduk manis menonton acara RCTI “Kemilau Cinta Kamila” kena sambar listrik televisi. Rambutnya yang  pendek dipotong se-bahu dan alisnya hangus sehingga ia seperti pendekar Shaolin. Dan keluarga yang bersangkutan secara bijak mengatakan,  “ini adalah musibah yang diberikan Sang Pencipta sebagai cobaan, ambillah hikmah dari cobaan ini”.
            Menurutku apa yang dikatakan orang – orang tersebut sangatlah konyol, memangnya apa hikmah yang dapat diambil dari orang yang jatuh dalam sumur angker bekas Belanda, bahwa seharusnya kita tidak boleh kehilangan fokus saat bersepeda, atau kita harus mengecek setiap ingin bersepeda, apakah ada yang rusak atau tidak, dan satu lagi memangnya apa hikmah dibalik kematian orang terdekat kita, apalagi ia mati karena sedang menonton acara sinetron lalu televisinya kena sambar petir. Kecuali, ia dalah orang brengsek yang sangat pelit dan suka membuat onar, jika begitu, pasti akan ada banyak hikmah yang dapat diambil dari sana. Sayangnya, mereka adalah orang – orang yang terpenting bagi kita. Sungguh sangat konyal, jika kita mengatakan pasti ada hikmah dibalik itu semua dan anggaplah itu semua sebagai cobaan.
            Bagiku itu semua sangat munafik, menyebalkan sekali menganggap semua siksaan itu adalah cobaan, mudah memang jika kau hanya berkata dan tidak merasakan bagaimana terkurung dalam sumur sedalam tiga belas meter, angker bekas penjajahan Belanda pula. Apalagi harus menderita karena disambar petir. Mereka yang tidak mengetahui rasanya memang sangat mudah menganggap semua itu adalah cobaan dan selalu ada hikmah, karena mereka tidak merasakan rasanya penderitaan ini hingga lebih baik, kau memohon dan merintih untuk mati.
            Mereka tidak tahu apa artinya menderita. Dunia dimana orang yang memakai penutup mata, hanya bisa melihat apa yang tampak, dan aku bisa melihat yang tampak dan tidak tampak bahkan terkadang aku merasa bahwa semua yang kurasakan adalah nyata.
Dapat melihat masa lalu bukanlah sebuah anugerah bagiku dan anggaplah aku adalah orang yang tidak bijak dan tidak tahu rasa bersyukur. Namun, kekuatan ini memberikanku nanah pada hatiku yang telah berlubang, aku sangat menderita dan aku menganggap kekuatan ini adalah kutukan.

***

Dari dulu aku memang sudah sendirian, tidak ada siapa – siapa di dunia ini yang ingin mengajakku melewati hari – hari penuh kesedihan, disentuhpun mereka tidak mau. Setiap berangkat sekolah aku selalu menutup telingaku, tapi tetap saja suara itu masih terdengar, suara yang selalu memojokkanku, mengusikku setiap harinya. Teman – teman tidak ada yang mau mengajakku bermain, setiap aku mencoba untuk dekat dengan mereka entah mengapa mereka selalu ketakutan. Hanya dua orang itulah yang membuatku bertahan, ibuku dan kakak laki – lakiku.
Aku terlahir sebagai anak perempuan dari Yumi Masato dengan Isono Hamure. Sejak masih kecil ayahku sudah meninggal karena kecelakaan mobil. waktu itu aku tidak tahu persis bagaimana kejadian yang sebenarnya, aku masih kecil, aku bahkan sudah lupa bagaimana wajah ayahku yang kutahu sepulang dari kerja, tiba – tiba saja ada mobil yang hilang kendali, diduga pengendara itu mabuk dan tanpa sadar ayah sudah tertabrak oleh mobil itu, kejadiannya begitu cepat hingga kini pelaku sebenarnya belum diketahui.
Apa jadinya bila aku memiliki seorang ayah, kata ibu ayah adalah orang yang sangat baik dan ramah mungkin ayah bisa menjagaku dari orang – orang yang selalu menjahatiku, jadi kakak dan ibu tidak harus bersusah payah menjagaku setiap saat. Kami juga bisa berkumpul bersama sebagai satu keluarga yang utuh, setiap liburan musim panas kami bisa  Namun, itu hanyalah sebuah imajinasiku saja, yang benar – benar aku inginkan. Andai saja ayah ada, kakak pasti akan bahagia dan ibu pasti tidak akan kelelahan karena harus bekerja dari pagi sampai malam demi kami dan aku tidak akan merenggut kebahagiaan itu dari mereka. Orang yang sangat aku cintai di dunia ini.
Aku lahir di kota kecil di Jepang penduduknya hanya sekitar dua ratus ribu jiwa. Aku anak ke dua dari dua bersaudara, bisa dibilang aku anak terakhir. Kakak pertamaku seoran laki – laki, namanya Masamune Saito. Kami mempunyai selisih umur sekitar dua tahun. Dia kakak yang sangat tampan, baik dan berpendidikan luas terlebih lagi, kakak mempunyai banyak teman.
Kami seringkali berpindah – pindah tempat karena tuntutan pekerjaan ibu. Padahal itu hanya sebuah kedok untuk menghilangkan kecemasan ibu tentang diriku. Setiap pulang sekolah aku tidak pernah pulang dengan hati gembira, karena mendapat nilai bagus, atau dipuji oleh guru atas hasil kerjaku walaupun aku memang tergolong anak yang cerdas. Aku tidak pernah ingin sekalipun membuat ibu merasa cemas atas nilai sekolahku, jadi setiap malam aku selalu belajar dengan giat didampingi oleh kakakku. Terkadang aku sudah benar – benar lelah untuk belajar, liburanpun aku tetap belajar tanpa didampingi kakak karena aku tidak ingin merepotkan kakak, aku ingin kakak menikmati masa liburannya bersama teman – temannya tanpa aku. Kehadiranku hanya akan membuat permainan menjadi tidak menarik. Tidak masalah aku sendirian dirumah asalkan ibu dan kakak bahagia, meski tanpa kehadiranku. Aku  selalu mencoba meyembunyikan rasa sedihku bila sudah sampai dirumah apalagi jika bertemu dengan ibu. Sebisa mungkin aku tidak menatapnya dengan air mata yang bercucuran, jika sampai itu terjadi aku hanya akan membuat ibu semakin sedih dan cemas. Aku seperti orang tolol yang selalu tersenyum bahagia, padahal hatiku menangis. Tapi, itu tidak masalah untukku aku bisa seharian mengarang cerita tentang teman – temanku didepan kakak dan ibu demi membuat mereka bahagia
Aku dan kakak satu sekolah, setiap pagi kami selalu berangkat sekolah bersama. Kakak selalu melindungiku dari orang – orang yang menurutku jahat. Jika ada ibu – ibu yang berbisik bisik tentangku, kakak langsung menutup telingaku dengan kedua tanggannya. Bisik – bisik itu masih saja terdengar, tapi aku tidak perduli, karena tangan kakak yang hangat membuatku sangat bahagia.
Sekolah kami tidak menentu, pernah kami bersekolah di SD Yamasaki. Sekolah itu  terdiri dari dua gedung, gedung A dan gedung B, gedung A diperuntukkan bagi anak perempuan dan gedung B diperuntukkan bagi anak laki-laki, jadi kakak tidak bisa melindungiku setiap hari, aku juga tidak manginginkan itu karena bila kakak melindungiku maka hatiku akan lebih sakit, harus melihat kakak dijauhi teman – temannya. Kakak adalah murid teladan dan juga seperti kubilang sangat tampan, aku akui itu buktinya banyak teman – teman perempuanku yang menyukai kakak. Seringkali mereka mendekatiku pura – pura menjadi temanku untuk bisa lebih dekat dengan kakak. Kakak juga sering mengajakku bermain bersama teman – temannya, mereka semua baik padaku itu karena kakak. Jika saja kakak tidak ada akan jadi seperti apa aku, aku tidak keberatan berpur – pura gembira kerena bermain bersama mereka, meskipun dibelakang mereka menjahatiku, aku terima itu, demi kakak. Kakak sudah terlalu banyak berkorban demi aku, dan aku tidak pernah ingin sekalipun membuatnya bersedih terutama karena aku.
Dari tempat satu ke tempat satunya lagi, tidak pernah lebih dari empat tahun kami menetap disuatu kota, dan itu membuatku sedih, bukan karena aku harus meninggalkan teman – temanku, bagiku mereka tidaklah mempunyai arti yang penting. Kakak dan ibulah yang terpenting, jika kami sering berpindah tempat maka kakak akan berkali – kali kehilangan teman – temannya.
Saat kami pindah untuk ke tiga kalinya aku benar - benar berharap bisa menemukan teman. Aku juga tidak ingin menyentuh siapapun supaya aku bisa mendapatkan teman. Karena jika aku menyentuh mereka, mereka akan mengetahui rahasiaku.
Nodame adalah teman pertamaku disekolah ia sangat ceria dan itu membuatku bahagia. Nodame adalah pelindungku bila disekolah, sering kali aku mengajak Nodame pergi kerumahku untuk kuperkenalkan kepada ibuku. Aku sangat senang melihat ibu tidak khawatir lagi kepadaku, karena untuk pertama kalinya aku mendapatkan seorang teman. Akan tetapi raut muka ibu tetap ada sedikit kecemasan. Mungkin ibu menyadari keanehan sikapku, aku sangat berhati - hati untuk tidak menyentuh Nodame. Setelah Nodame pulang ibu membawaku kesuatu tempat yang indah. Di sebuah bukit dengan rumput hijau yang terbentang luas.
“ibu tempat ini indah sekali.”
“kamu senang Sakura ?”
“emm.”
“Sakura ibu ingin bicara padamu.”
“iya ada apa bu ?”
“apa kau merahasiakan kekuatanmu dari Nodame ?”
“iya, aku hanya tidak ingin bila Nodame mengetahuinya aku tidak akan pernah mempunyai teman, makanya aku tidak ingin menyentuh siapapun.”
“Sakura, bukankah kamu suka sekali menyentuh ?”
“tidak aku membencinya, aku benci dengan kekuatan ini. Kekuatan ini membuatku tidak mempunyai teman. “
“Sakura, teman adalah orang yang hadir dalam senang atapun susah. Bila kamu menyembunyikannya bila mereka marah karena kamu berbeda itu artinya mereka tidak bisa disebut sebagai teman, Sakura paham ? besok katakanlah yang sebenarnya pada Nodame, pasti Nodame mengerti. Apapun yang terjadi jangan pernah sekalipun menyembunyikan siapa dirimu sebenarnya, karena bila kamu menyembunyikannya kamu bukanlah lagi Sakura.”
“ Baik bu, besok ketika kerumah Nodame aku akan mengatakannya.”
“anak pintar, dan Sakura ingatlah, jangan pernah berhenti menyentuh. Karena dengan menyentuh kamu akan memiliki duniamu sendiri dan akan menuntunmu menuju takdirmu.”
Senyum ibu merasuk dalam setiap sell hatiku. Ibu adalah malaikat bagiku, ibu nomor satu didunia. Hanya dengan melihatnya tersenyum semua kekhawatiran akan sirna dan cahaya gelap akan pecah,  memancarkan cahaya terang.
Keesokan harinya Nodame mengajakku bermain kerumahnya, aku benar - benar senang dan tidak sabar pergi kerumah Nodame.
“nah sampai disini saja kak, terima kasih sudah mengantar.”
“hati - hati ya dua jam lagi kakak akan menjemputmu.”
“baik kak, hati - hati ya.” Senyumku tidak henti - hentinya merekah saking senangnya. Pertama kali berkunjung kerumah teman sangat membuatku gugup.
“Ting tong.” Suara bel berbunyi. “Nooodaaameee”
“iya sebentar.” Nodame tampak bahagia dengan kedatanganku. “silakan masuk Sakura.
“wahh, rumah Nodame besar sekali.”
“hehehe, jangan sungkan - sungkan anggap rumah sendiri ya. Nah ayo kutunjukkan kamarku.”
Kunaiki tangga yang berada disebelah ruang tamu. Rumahnya benar - benar besar. Nodame adalah anak tunggal, pantas saja jika ia dimanja. Ia mempunyai kamar sendiri. Kamarnya luas dan rapi berbeda dengan kamarku. Satu kamar dipakai untuk tidur tiga orang, ibu, kakak dan aku.
“kamar Nodame besar ya. Hebat, kalau dirumahku satu kamar untuk bertiga.”
“wah pasti mnyenangka ya.”
“ah tidak, rasanya panas apalagi kakak kalu tidur mengerikan bisa berguling kesana kemari.”
“ooh begitu.” Meski samar terlihat wajah Nodame yang sedih.
“ Nodame mau main apa ?”
“main masak - masakan saja.  Pasti seru.”
“ iya boleh saja.”
Tidak terasa satu jam telah berlalu. Mengasyikkan sekali bermain bersama Nodame.
“Nodame, Sakura ingin pipis.”
“ayo kutunjukkan jalannya.”
Toilet berada di ruang bawah menyusahkan memang harus berjalannaik turun tanggan hanya untuk ke kamar mandi. Itu karena toilet atas sedang rusak. Setelah dari kamar mandi aku berencana untuk memberitahukan yang sebenarnyapada Nodame.
“ah leganya.”
Kututup kembali pintu kamar mandi. Bergegas aku menuju kamar Nodame lagi, aku tidak ingin kehilangan kesempatan untuk tidak memberitahukannya. “bukk” aku menabrak seseorang entah siapa itu.
“duh sakit.”
“hey kamukan.” Ku dongakkan kepalaku keatas. Ternyata ibu Nodame.
“bukankah kamu Sakura. Apa yang kamu lihat katakan ! jangan - jangan kau tahu bahwa Nodame bukan anak kami iya begitu.” Padahal aku sama sekali tidak melihat sampai sejauh itu.
“jangan sampai kamu katakana itu pada Nodame atau …”
“ibu, sebenarnya siap aku.” Nodame yang mendengar pembicaraan kami dari tadi sudah menangis tersedu - sedu.
“Nodame, maafkan ibu.”
“Nodame aku benar - benar tidak tahu. Sebenarnya aku datang kesini untuk memberitahukanmu tentang kekuatanku yang dapat melihat masa lalu.”
“cukup, aku benci padamu!”
“Nodame tunggu, aku sungguh tidak tahu.”
“jangan sentuh aku, dasar monster.”
Tubuhku rasanya nyilu mendengar kat - kata itu. Hatiku perih. Aku mematung, tak ada yang bisa kulakukan, kata - kata itu mengiang dalam telingaku.
“Kenapa kamu masih disini dasar anak monster.”
Aku langsung berlari sekencang - kencangnya dari rumah itu. Pikiranku tidak dapat mencerna yang terjadi.air mtaku sudah menyeruak, membasahi pipiku. Hal ini terulang lagi, kata- kata yang seperti pisau belati untukku kini menancap kembali. Diluar hujan turun begitu derasnya. Mataku sakit, pipiku perih, akibat hujan. Sekencang aku berlari, hujan akan semakin ganas menusuk setiap pori - pori kulitku. Aku berlari dan terus berlari sampai aku tak tahu menuju kemana aku. Aku sama sekali tak erduli. Aku ingin mati.
“bukankah itu Sakura, ah mungkin hanya ilusiku. Sakura pasti sedang bersenang - senang.”
Tidak ada suara apapun yang terdengar. Dikepalaku hanya terniang kata - kata itu. Ibu pembohong, aku benci ibu.ibu pembohong.
“ibu, apa Sakura sudah pulang.”
“belum memang kenapa ?”
“tadi aku kerumah Nodame, dan Sakura tidak ada disana, aku rasa sesuatu sudah terjadi bu. Ibu Nodame sepertinya marah besar karena Sakura dan menyebutnya anak monster.”
“Masamune cepat kita cari Sakura.”
Langkahku semakin letih berlari. Aku berhenti di tengah hujan yang mengguyurku. Karena tidak tahu harus kemana, kemudian aku nersembunyi di dalam sebuah pipa besar. Kuhangatkan diriku disana. Aku sangat lelah, aku tidak ingin berfilir lagi.
Terdengar suara mobil, mungkin sekitar dua mobil. Kucoba untuk mengintipnya.
“ingin lari kemana kau, sudah tak ada tempat sembunyi lagi.”
“aku mohon ampuni aku.”
“tuan Hashimoto ada telefon.”
“hm, baiklah habisi dia.”
“duaaar.”
Sebuah peluru tepat menembus jantungnya, darah pun mngalir, membuat warne hujan menjadi merah. Aku melihatnya tepa didepan mataku. Ini bukan ilusi, ini nyata.
“hay siapa disana.”
Terlihat seorang laki - laki gendut dengan tampang menakutkan dan asumsiku itu adalah bosnya. Karena hanya dia satu - satunya yang mengenakan payung.
Aku tidak ingin berakhir seperti orang tadi, tanpa fikir panjang aku langsung melarikan diri, mungkin ini adalah respon bahaya untuk mempertahankan hidup.
“kejar dia jangan sampai lolos.”
Kakiku memang sudah lelah, tapi aku tidak ingin mati seperti itu. Aku ingin mati atas kehendakku. Aku berlari santerus berlari sekuat tenaga.
Hosh hosh hosh nafasku menggebu - gebu. Aku tidak tahu lagi harus lari kemana, aku terpojokkan. Terasa seseorang menyantuh tanganku dan membekap mulutku. Sial, aku tak bisa berteriak apa yang harus kulakukan.
“Sakura ini ibu tenanglah.”
Ibu, ini tangan ibu.
“ibu ak takut.”
“tenanglah ibu akan melindungimu.”
“kakak juga Sakura.” Aku memeluk tubuhku sangat erat, aku tidak ingin melepas pelukan ini.
“kemana larinya cepat sekali.” Mendengar suara itu aku langsung bergidik ngeri.
“Sakura bersembunyilah ibu akan menjagamu, Masamune jaga adikmu. Cepat sembunyilah kalian dipohon itu.”
Cepat - cepat ibu menyembunyikan kami agar tidak ketahuan.
“ Sakura apapun yang terjadi jangan pernah berhenti menyentuh.”
“kakak sayang Sakura. Sakura adalah adik yang sangat berharga.”
“Masamune apa yang kau lakukan cepat sembunyi bersama Sakura.”
“tidak, aku sudah berjanji pada ayah bahwa aku akan menjaga ibu dan Sakura sampai aku mati.” Aku yang seorang pengecut ditambah idiot hanya bisa menangis dan sembunyi katakutan sambil melihat kedua orang yang aku cintai melindungiku karena kesalah bodohku. Sebuah kata- katapun tak dapat aku ucapkan.         
Drap drap drap terdengar suar langkah kaki beberap orang pria mulai mendekat.
“Sakura kami mencintaimu.” Didorongnya tubuhku kedalam lubang pohon.
“ibu.” Wajah mereka terlihat samar, sial aku tidak bisa lagi melihat wajahnya dengan jelas.
“ kalian melihat anak kecil perempuan kira - kira sekitar enam tahun.”
Aku tidak melihatnya.” Kata kakakku yang sangat berani.
“ pembohong, berani sekali anak kecil sepertimu, ingin mati ya.”
 Sebuah pistol ditodongkan ke tubuh kakakku.
“hey apa yang kalian lakukan kami benar - benar tidak tahu.”
“sungguh, tapi sayang pistolku berkata kau merahasikan sesuatu.”
Duar. Duar
Dua buah peluru menancap dalam tubu ibuku.
“ibuuu.” Suara kakakku terdengar sangat nyaring ditelingaku. Pedih. Sangan pedih.
“kubunuh kalian.”
Duar. Tepat di jantung kakakku, tepat dihadapanku aku melihat dua orang yang paling kucintai terbunuh.
            Kulepaskan liaontin itu dari tanganku, dan kedaan kembali sepeti semula dalam dunia nyata.
            “aku pasti akan membalaskan dendammu, ibu, kakak. Tunggulah aku tuan Hashimoto.”

***
 Kupakai dress hitam ketat pemberian kakek untuk malam ini. Rencananya kami akan pergi ke Vouurtclous untuk menonton opera dan makan malam.
“Terlihat bagus ditubuhku ternyata kakek memiliki selera fashion yang bagus, aku kira kakek hanya tahu samura dan barang antic.”
Kuayunkan tubuhku menuju ruang opera, aku sedikit terlambat dan itu yang kuharakan. Karena pasti aku akan sangat bosan.
Kucari tempat duduk yang dutunjukkan pramugari itu padaku. Tepat disebelah kakek.
“kek.”
“kau terlambat, pembukaanya baru saja selesai.”
“wow, sungguh mengecewakan.”
Opera itu berlangsung sangat lama, aku sungguh tak mengerti apa yang mereka bicarakan. Yang ku tahu mereka hanya mnyanyi dan menggunakan sedikit sekali bahasa tubuh dan sama sekali tidak meriah. Kebenamkan kepalaku dalam kursi. Kucoba untuk tertidur sambil mendengar nyanyian tingkat atas.
“hooump”
“kau ini, kakek sudah memesannya sejak lama kenapa kamu malah tertidur. Benar - enar tidak mempunyai selera seni.”
“entahlah hanya seniku tidak terlalu kuno. Sebenarnya apa yang ingi kakek bicarakan padaku ?”
“kau langsung cepat tanggap ya.”
“tanpa basa basi ya kek.”
Melihat cucunya yang begitu bersemangat, terlihat sepintas senyum di raut mukanya yang sudah berkeriput dan matanya yang sayu.
“kakek tidak ingin melihat masa depanmu terombang - ambing karena keegoisan kakek. Kau kini sudah berubah, dari pertama kita bertemu kau seperti manusia tak bernyawa.”
Terlihat wajah cucunya yang sedang memakan es krim sambil memerhatikan kakeknya. Diperhatikan wajah cucunya itu, parasnya cantik dan penuh kerinduan akan kasih sayang banyak orang.
“Kau semestinya sudah tahu, hantu masa lalumu sudahmenerima ganjarannya, dan kikni sudah semestinya kau mendapatkan kasih sayang dari orang sekitarmu.”
Kata - kata kakek seakan menohok hatiku, kuhentikan memakan es krim coklat yang meleh dimulutku, kusentuh liontin kalungku yang terpasang di leherku sebuah kalung emas sederhana dengan liontin mutiara biru. Kalung ibu, begitulh aku menamainya. Itu adalah satu - satunya benda pemberian ibuku semenjak aku masih berusia tiga tahun, dan kalung itu tidak pernah lepas dari leherku. Ibu pernah bercerita mengenai sejarah kalung itu padaku. Kalung itu diberikan ayah sewaktu masih pacaran dulu. Itu adalah tanda cinta ayah untuk ibu dan kini diwariskan padaku. Banyak kenangan indah yang terjadi antara ayah dan ibu, dan kalung itu adalah saksi bisu perjalanan cinta mereka. Berawal dari kalung itu aku bisa mengenal bagaimana sosok ayah.  Benda berharga yang memiliki banyak memori indah dengan ayah, ibu dan kakak.
Pikiranku melayang jauh, membuatku terlihat seperti melamun. Diriku kembali ke masa lalu, ke masa kelamku. Sebuah kamar yang sangat luas terpampang dihadapanku, aku melihat diriku sendiri sedang melamun, menatap langit malam, lewat jendela kamarku. Pernah sekali aku mencoba bunuh diri dengan berbagai cara, namun selalu saja gagal. Kakek sangat sedih melihatku seperti zombie, berbagai macam rayuan ia lakukan untuk membujukkan supaya makan dan jangan berbuat nekat, namun otakku tidak berfungsi lagi. Aku tidak perduli akan kekhawatiran kakek, yang kuinginkan adalah ikut bersama ibu dan kakak, karena aku tidak ingin sendirian hidup di dunia ini, dengan memendam rasa pedih dihati yang teramat perih.
Empat bodyguard sudah siap menjagaku siang dan malam agar aku tidak bertindak bodoh lagi. Aku memang seperti terpenjara dalam sebuah kamar, aku terus saja menangis meminta untuk keluar, mataku bengkak, benar - benar menyedihkan. Kulihat diluar kamar, kakek miris melihatku seperti itu, bisa kurasakan, raut mukanya seperti menangis.
Pemandangan berganti, aku seperti melompat dari satu demensi waktu ke dimensi waktu selanjutnya. Sudah beberapa hari kemudian.
Tok,tok,tok terdengar suara orang mengetuk pintu.
Terlihat seorang tua bersama keempat bodyguard berdiri di ambang pintu, membawakan makanan untukku.
“Sakura sayang, makanlah. Sudah beberapa hari ini kamu tidak makan. Kakek tidak mau kamu sakit.”
Aku hanya diam saja mematung, dan tidak bergeming sedikitpun, menatap Kakek saja tidak. Aku sedang sibuk berlenggang ke dimensi lain untuk melewati kalungku untuk melihat kenangn tentang ibu.
Kakek yang tidak inginaku sakit, secara paksa menyuapiku, dengan bantuan keempat bodyguard, kupksakan mulutku untuk menutupn tapi tangan itu terlalu kuat mencengkeram mulutku. Menyuapiku dengan paksa.
“huek.” Sup krim yang kutelan masuk ketenggorokanku, membuatku tersedak. Kakek yang tidak tega melihat pemandangan itu, menyuruh para bodyguard untuk berhenti menyekokiku. Baru pertama kali ini kulihat sosok kakek memohon padaku, air matanya mengalir. Mulutnya terkatup, bersujud dihadapanku. Kulihat dengan jelas, betapa besar pengerbanannya untukku.
“aku mohon makanlah. Aku, mohon. Akan kulakukan apa saja unyuk membuatmu bahagia. Aku mohon.” Suara kakek mledak bersama tangisannya.
Kucoba untuk membuka mulutku, aku tak tega melihatnya begitu sengsara. Sdah lama aku tak berbicara entah bagaimana suaraku sekarang.
“aku hanya ingin satu permintaan, bilk au dapat memenuhinya. Akan kulakukan apa saj untukmu.
Tangisan kakek berhenti seketika, ia mendngak untuk menatap wajahku yang tanpa ekspresi.
“aku ingin kau bawakan. Laki - laki yang sudah menghancurkan hidupku.”
Mendengar ermintaanku itu kakek terkejut, mulutnya menganga. “ lalu akan kau apakan dia ?”
“aku ingin MEMBUNUHNYA DENGAN TANGANKU SENDIRI.” Suaraku terdenganr lantang dan sangat jelas.
“bawakan aku, Hashimoto.”
Sepintas terlihat raut muka Kakek yang berubah, diseka air mata yang berlinang dipipinya. Sebuah senyum terlukis di wajahnya. Dia berbalik memunggungiku dan bersama bodyguard mereka keluar dari kamar ini dan menggalkanku sendiri. Secercah senyum itu, aku sudah tahu bahwa permintaanku pasti akan dikabulknnya.
Hanya beberapa detik kenangan itu pudar, berpindah ke lain dimensi waktu. Terlihat di mataku, iblis yang ingin sekali kubunuh. Hashimoto tepat berada di depanku. Kakek sudah mengabulkan permintaanku. Hashimoto tampak sangan berantakan, mulutnya disekap dengan kain. Mukanya memar, dia berlumuran darah.
Kuliha diriku saat itu, penuh dendam dan amarah, aku membawa sebuah pistol ditanganku. Bersiap untuk menembakkannya, tapi aku terlalu pengecut untuk melkukannya, hatiku bergemelut, ingin aku membuang pistol yan diberikan Kakek untuk membunuhnya. Secara perlahan, kusentuh kalung dileherku, pemandangan, dimana ibuku dibunuh terlihat jelas. Amarah itu semkain memuncak dan duuar. Sebuah peluru melesat di depanku.


***


Kubuyarkan lamunanku,  masih di tempat yang sama, di depanku ada secangkir es krim yang sudah meleleh, dan kakek yang sedang menunggu reaksiku. Kuambil sendok es krim itu, dan kusuapkan ke mulutku. S kriitu masih terasa manis dan lezat. Kulayangkan sebuah senyum manja pada Kakek yang mulai cemas.
“Kakek, ingin kamu sekolah, mendpat banyak teman. Dan Kakek ingin kita bisa menetap disebuah rumah.”
“Jadi kita akan pindah kemana Kek ?” tanyaku pada kakekk, seulas senyuman merekah diwajahnya.
“semua terserah kamu.”
“aku ingin kembali ke Jepang. Bukan untuk balas dendam dan bersedih. Namun krena disanalah kampong halamanku. Dan aku ingin tinggal disana. Karena di Jepang aku bisa ssangat dekat dengan Ibu dan Kakak.”
Kakek hanya tersenyum memandangku, tanpa berkata papa - apa aku tahu bahwa Kakek telah setuju denganku.
Ku andangi langit malam di Roma, begitu indah. Kulihat Kakek yang berada disebelahku, sedang sibuk menelpon seseorang. Kugandeng tangan kirinya, Kakek memandangku dan seketika menutup telponnya.
“terima kasih Kek.”
Kata - kata yang singkat namun Kakek bisa memahami arti kata tersebut. Aku sangat berterimakasih padanya. Dan apakah kau tahu ibu, aku sudang menemukan seseorang yang berharga untukku, dan akakn kujaga ia selalu. Kakek ku tersayang.